Upacara tigang sasih atau tiga bulanan Bramasta semestinya menjadi acara yang penuh sukacita bagi kami, tapi hidup ini tak selalu suka saja, kadang ada dukanya. Upacara yang sudah kami siapkan dengan sangat matang menjadi sedikit berubah karena saya dan istri harus masuk rumah sakit dan opname selama 6 hari, mulai Senin hingga Sabtu dimana upacara tigang sasih Bramasta jatuh pada hari Rabu.
Ceritanya mulai dari hari Jumat pagi yaitu hari terakhir saya ngantor sebelum saya rencana mengambil cuti mulai Senin dalam rangka upacara Tigang Sasih Bramasta. Pagi selesai sarapan dekat kantor saya mendadak merasa pusing dan agak meriang, saya pikir cuma pusing biasa. Sampai akhirnya saya tidak tahan dan permisi pulang dari kantor.
Sampai dirumah pusing saya semakin menjadi dan saya demam tinggi, suhu tubuh saya sampai 39 derajat celcius. Bahkan malamnya saya terpaksa ke UGD RS Balimed dan diberi obat hingga akhirnya agak mendingan. Tapi besoknya kumat lagi sampai sore dan malamnya saya ke UGD lagi. Cek lab dan saya positif demam berdarah (DB) tapi trombosit masih diatas 100. Saya pasrah dan mencoba menerima kemungkinan terburuk harus opname ketika upacara Tigang Sasih Bramasta.
Kami pulang dan esoknya saya masih demam. Harus cek lab lagi di untuk memastikan apakah sudah harus opname atau belum. Yang bikin kaget, ternyata istri saya juga ikutan demam dan sekalian saja kami berdua cek lab, hasilnya trombosit istri saya juga rendah dan kemungkinan besar juga demam berdarah.
Senin pagi cek lab berdua lagi dan trombosit kami sudah dibawah 100, tidak ada jalan lain, kami berdua harus opname dan memutuskan opname di RS Balimed agar lebih dekat dengan rumah. Jangan ditanya bagaimana sedihnya kami harus meninggalkan Bramasta dan Nindi di rumah, apalagi upacara Tigang Sasih Bramasta tinggal 2 hari lagi. Istri saya tidak bisa menahan air matanya, tapi tak ada jalan lain. Yang terpenting sekarang kami berdoa semoga tidak ada yang kena DB lagi khususnya Bramasta dan Nindi.
Hari-hari di rumah sakit kami jalani dengan sedih, saya awalnya terlihat lebih tegar, sementara istri saya tentu saja sangat sedih. Malam pertama bahkan kami terpaksa hanya berdua di rumah sakit karena semua keluarga di rumah harus menyiapkan segala sesuatu sehingga upacara Tigang Sasih tetap bisa berjalan.
Kesedihan kami meledak ketika puncak acara Tigang Sasih, saya bahkan tidak bisa menahan air mata ketika dikirimkan foto cerianya Bramasta ketika natab di pantai, di telagawaja dan di rumah. Bram, maafkan ajik dan ibu karena tidak bisa menemani di upacara ini.
Untunglah kami punya keluarga besar yang selalu sigap sehingga upacara Tigang Sasih tetap bisa berjalan dengan baik. Bahkan Bramasta hampir selalu terlihat ceria dan anteng mengikuti upacara, hanya sekali dia rewel ketika natab di telagawaja karena haus dan ngantuk.
Upacara berjalan lancar, cerita bagaimana kami opname disingkat saja dan hari Sabtu sore kami akhirnya kami diperbolehkan pulang. Kebetulan kami ngupah Barong Landung dalam rangka Tigang Sasih Bramasta. Rasa kangen dan terharu rasanya tak terbendung walau kami berdua sebenarnya masih agak sempoyongan.
Cobaan ini akhirnya bisa kami lewati. Tapi jujur walau harus opname di saat Bramasta natab Tigang Sasih, kami tetap merasa sangat amat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, karena upacara telah berjalan lancar dan Bramasta serta Nindi tetap sehat, cukup kami berdua saja yang sakit. Terima kasih Tuhan.
Dan, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keempat orangtua kami, semua kakak dan adik serta seluruh keluarga dan kerabat yang telah membantu sehingga upacara Tigang Sasih Bramasta bisa tetap berjalan dengan baik.