Menunaikan kewajiban sebagai warga negara yang baik, semoga menghasilkan pemimpin terbaik untuk masing-masing daerah. #PilkadaSerentak2024 Begitulah kira-kira cuitan saya di X pagi ini saat menunggu antrian memilih di TPS 15 Banjar Anyar Kaja, Kuta Utara, Kabupaten Badung.
Pemilihan Kepala Daerah atau biasa kita sebut Pilkada di tahun 2024 ini dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia yaitu untuk pemilihan Calon Bupati – Wakil Bupati serta Calon Gubernur – Wakil Gubernur, tentunya juga termasuk Pilkada di Kabupaten Badung serta Provinsi Bali. Baik di Kabupaten Badung maupun Provinsi Bali masing-masing terdapat 2 pasang calon yang perlu dipilih salah satunya, dimana kedua calon ini sepertinya merepresentasikan 2 kelompok yaitu kelompok dari Gerindra (Prabowo) dkk dan kelompok PDIP dkk. Lalu yang mana yang saya pilih?
Tentu saya tidak perlu menyampaikan disini pasangan mana yang saya pilih, karena selaku ASN saya tidak diperkenan untuk ikut campur urusan politik. Namun tentunya saya tetap memiliki hak untuk memilih yang mana bagi saya juga merupakan kewajiban sehingga saya bisa tetap berkontribusi dalam dunia demokrasi melalui Pilkada Serantak 2024 ini. Kalau boleh jujur, menurut saya belum ada pasangan calon yang benar-benar memenuhi kriteria saya untuk memilih, tapi saya tetap harus memilih mengingat sejak awal memiliki hak pilih, saya tidak pernah golput sama sekali.
Kembali soal kedua pasang calon di masing-masing Pilkada kali ini, jujur saja secara pribadi saya merasa belum ada yang pas 100% memenuhi kriteria saya, mengapa? Saya berharap ada pasangan calon kepala daerah yang bisa atau setidaknya memiliki rencana serta implementasi untuk masalah-masalah utama yang ada di Badung dan Bali saat ini. Menurut saya permasalahan utama di Badung dan Bali saat ini setidaknya ada 4 yaitu : Kemacetan, Sampah, Air Bersih, Pemerataan Pembangunan.
Soal kemacetan, ini sudah bisa dilihat secara kasat mata, bahkan saya alami sendiri sehari-hari di Jalan Raya Canggu yang biasa menjadi salah satu titik kemacetan. Kemacetan seringkali terjadi di beberapa titik di Bali selatan, tentu saja ini mengurangi kenyamanan pengguna jalan walaupun di sisi lain ini merupakan indikasi positif karena bisa berarti kondisi pariwisata dan ekonomi sudah bangkit pasca pandemi. Akan tetapi kemacetan ini tidak bisa dibiarkan terus menerus karena dapat berdampak negatif seperti meningkatkan stress pengguna jalan, kerugian ekonomi karena waktu yang banyak habis di jalan, serta citra negatif dunia pariwisata yang bisa membuat wisatawan berpikir kembali untuk berkunjung. Saya berharap calon kepala daerah punya rencana untuk mengatasi hal ini, rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tentunya bukan dengan mengatakan Bali over tourism.
Soal sampah, menurut saya hal ini juga masalah besar. Pengelolaan sampah di Badung dan Bali menurut saya sangat kurang, khususnya di Bali selatan. Hal ini saya alami sendiri juga, kami harus berlangganan sampah sendiri dengan membayar 80 ribu per bulan untuk langganan jasa sampah dari pihak swasta, itupun kadang lebih dari seminggu baru diangkut. Saya berharap dengan anggaran yang dimiliki pemerintah, sampah rumah tangga bisa diangkut oleh pengelola sampah dari pemerintah secara rutin minimal 3 hari sekali, kalau bisa bahkan setiap hari, walaupun harus membayar, kalau bisa seharusnya gratis untuk rumah tangga. Soal sampah ini tentunya pasti masalah pelik dan rumit, ada yang bilang masyarakatnya yang salah karena tidak bisa mengelola sampah, saya kurang setuju pernyataan ini. Apapun itu, menurut saya ini tanggung jawab pemerintah.
Soal air bersih, saat ini belum saya alami langsung, tapi saya dengar dan baca beberapa daerah di Bali selatan konon kesulitan air bersih. Di sisi lain, saya juga khawatir tentang air tanah, karena seingat saya terakhir sekitar tahun 2000 kami masih memakai sumur gali biasa, namun setelahnya sudah mengering dan kami terpaksa ikut pakai sumur bor. Secara logika air tanah ini pasti sudah turun, apalagi jaman sekarang dimana hotel dan villa semakin banyak di Bali selatan. Ada gosip juga yang pernah saya dengar, konon ada yang pakai air sumur bor dijual untuk air isi ulang, entahlah benar atau tidak, dan apakah boleh atau tidak.
Soal pembangunan, ini juga menurut saya menjadi masalah, khususnya pembangunan fasilitas umum seperti trotoar, jalan aspal dan lain sebagainya. Ada beberapa titik yang baru tahun 2024 ini dibuatkan trotoar padahal daerah tersebut sudah lama ramai lalu lintas dan juga wisawatan. Ada juga beberapa titik yang terus menjadi langganan banjir serta kotor. Di sisi lain soal pembangunan yang menjadi magnet wisatawan juga masih menumpuk di beberapa titik saja, sebut saja saat ini Canggu dan Ubud, daerah lain masih banyak yang sepi.
Selain beberapa harapan saya di atas untuk ditangani, saya berharap juga kepala daerah bisa menggunakan anggaran yang ada dengan cermat untuk kepentingan umum, kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan kelompok apalagi pribadi. Kalau bisa bahkan saya berharap pemerintah membuat sebuah situs website yang menampilkan penggunaan anggaran dengan transparan, sehingga masyarakat bisa melihat kemana dana yang ada mengalir dan digunakan untuk apa.
Demikian harapan-harapan saya, semoga saja Pilkada 2024 ini menghasilkan pemimpin terbaik untuk masing-masing daerah. Selamat menggunakan hak pilih.