Penjor Galungan adalah salah satu ciri khas dalam perayaan hari raya Hindu di Bali. Untuk diketahui, hari raya Galungan adalah hari raya agama Hindu khususnya di Bali yang dirayakan dengan paling meriah. Hari raya Galungan merupakan salah satu hari raya terpenting selain hari raya Nyepi. Namun hingga saat ini, hari raya Galungan belum dimasukkan dalam hari libur Nasional seperti halnya hari raya Nyepi. Tapi khusus di Bali, setiap hari raya Galungan maka akan ada surat edaran Gubernur dimana pada hari raya Galungan biasanya dilaksanakan cuti bersama khususnya untuk kantor pemerintah yang ada di Bali.
Kembali tentang Penjor Galungan di Bali. Beberapa hari lagi umat Hindu khususnya di Bali akan merayakan hari raya Galungan. Salah satu persiapan yang sudah menjadi menu wajib menyambut hari raya Galungan adalah membuat dan memasang Penjor. Anda yang pernah berada di Bali pada saat hari raya Galungan pasti tahu seperti apa yang namanya Penjor. Penjor ini juga yang membuat hari raya Galungan jauh lebih terasa di banding hari raya Hindu lainnya.
Penjor adalah salah satu sarana umat Hindu dalam menyambut Galungan di Bali. Penjor ini terbuat dari sebuah bambu yang berukuran cukup tinggi. Biasanya digunakan bambu yang melengkung dengan indah. Pada bambu ini diberikan hiasan sedemikian rupa sehingga terlihat bagus. Selain hiasan, penjor ini juga diisi dengan beberapa hal yang wajib seperti “pala gantung” dan “pala bungkah” (buah-buahan), kain putih, sampian penjor dan juga dilengkapi dengan sebuah sanggah.
Seperti halnya berbagai hal yang berkaitan dengan upacara keagamaan di Bali tidak pernah lepas dari unsur seni dan budaya. Begitu juga Penjor Galungan yang mengalami banyak perubahan dari jaman dulu hingga sekarang. Menurut penuturan orang tua saya, jaman dulu Penjor tidak dibuat dan dipasang setiap hari raya Galungan tapi berselang-seling setiap beberapa hari Galungan, tergantung dari Galungan “nadi” (raya/meriah/besar) atau tidak. Tapi kini setiap Galungan selalu memasang Penjor.
Dari segi bentuk dan bahan, penjor juga mengalami cukup banyak perubahan. Saya ingat sekitar tahun 90an, penjor masih dibuat dengan bahan bambu dan “busung” (daun kelapa yang masih muda) saja. Tetapi kini bahan “busung” sudah berganti dengan “ental”. Tujuannya agar lebih awet dan lebih mudah dibentuk menjadi lebih indah dan seni. Selain itu, tahan lama juga dibutuhkan karena pembuatan penjor kini bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan ada yang sudah membuat penjor sekitar sebulan sebelum Galungan. Tapi dulu, penjor bisa jadi hanya dalam 2-3 jam saja.
Yang lebih menarik lagi, pembuatan penjor sudah memasuki unsur ekonomi. Penjor sudah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi. Lihat saja beberapa hari menjelang Galungan, di pasar, di pinggir jalan akan banyak sekali dijumpai penjual bahan-bahan pembuatan penjor. Ada yang masih berupa bahan mentah, ada yang sudah setengah jadi dan tinggal dirakit saja menjadi penjor. Bahkan ada juga yang menjual penjor dalam kondisi siap pasang sehari menjelang Galungan.
Contohnya, saya sendiri membeli penjor jadi untuk dipasang di rumah mertua. Harganya 400 ribu sudah lengkap dan dipasang, jadi kita sudah terima beres. Harga itu adalah penjor dengan ukuran sedang untuk di daerah saya (Kerobokan). Kalau membuat sendiri penjor dengan ukuran dan bentuk seperti itu, mungkin biayanya sama atau bahkan lebih. Belum lagi waktu dan tenaga yang dihabiskan. Jadi membeli penjor jadi ini bagi saya cukup efisien.
Untuk dirumah saya yang lokasi masuk gang, saya membuat penjor sendiri. Saya membeli bahan-bahan yang setengah jadi untuk dirakit menjadi sebuah penjor. Perkiraan saya akan menghabiskan biaya sekitar 100 – 150 ribu. Sebenarnya kalau mau irit pun bisa, uang 50 ribu sudah cukup. Tapi rasanya untuk 6 bulan sekali, bolehlah membuat sedikit lebih meriah.
Biaya pembuatan penjor memang sangat bervariasi. Kalau dulu saya biasa membuat penjor dengan biaya nol rupiah karena semua bahan dari bambu, janur dan lainnya sudah ada, tapi sekarang tidak mungkin. Karena semua bahan itu harus dibeli, sudah jarang yang punya pohon bambu sendiri seperti dulu.
Dari segi bentuk dan kelengkapan, umumnya sama di seluruh Bali. Namun setiap daerah memiliki keunikan tersendiri khususnya dalam hal hiasan. Beberapa tahun lalu, di beberapa daerah termasuk di kota Denpasar, hiasan penjor masih sederhana. Namun belakangan ini, hiasan penjor yang dilengkapi janur dari bahan “ental” sudah mulai merambah ke semua daerah.
Pada akhirnya, bagaimana pun juga tujuan pembuatan penjor Galungan adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan. Tidak peduli seberapa biaya yang dihabiskan dalam pembuatan penjor, tidak peduli seberapa besar dan indah bentuk penjor tersebut, yang terpenting adalah perasaan syukur kepada Sang Pencipta. Penjor juga hendaknya tetap mengikuti “aturan” yang lengkap sebagaimana tradisi dari leluhur. Jangan sampai penjor dibuat dengan indah dan biaya jutaan namun tidak dilengkapi dengan perlengkapan seperti “pala gantung” dan “pala bungkah”.
Pembuatan penjor juga hendaknya tetap mengikuti situasi dan kondisi. Tidak perlu membuat penjor besar sampai mengganggu kabel listrik, apalagi jika kondisi rumah berada di pemukiman yang sangat padat dan sempit. Juga sesuaikan dengan kondisi ekonomi, jika tidak mampu sebaiknya kita jangan terlalu memaksakan diri membuat penjor dengan biaya mahal, apalagi hanya karena mengikuti gengsi.