Bulan terakhir di tahun 2014 ini yaitu bulan Desember, saya mendapat tugas dinas ke Jogjakarta. Baru mendengar rencana ditugaskan ke Jogjakarta saja saya sudah semangat dan antusias karena Jogjakarta memang ingin salah satu kota yang ingin saya kunjungi. Pertama karena letaknya masih di pulau Jawa, jadi tidak terlalu jauh, kedua karena dari apa yang terbersit di otak saya begitu membayangkan Jogjakarta adalah sebuah kota yang aman dan nyaman serta banyak tempat wisata.
Penugasan saya ke Jogjakarta berawal dari sebuah surat undangan dari sebuah lembaga yang bernama Lingkar Benua. Kampus tempat saya bekerja diundang untuk mengikuti “Diklat Implementasi Sistem 3 in 1 Portal Alumni, Sistem Informasi Tracer Study & Survey Pengguna untuk Akreditasi BAN-PT“. Pimpinan kami disini merasa bahwa Diklat ini cukup menarik untuk diikuti, apalagi dengan biaya yang sangat terjangkau, peserta akan mendapatkan free aplikasi website yang bisa diaplikasikan.
Saya sempat menghubungi contact person dari lembaga tersebut untuk memastikan beberapa hal seperti akomodasi dan juga gambaran seperti apa aplikasi portal yang dimaksud. Dari sana saya mendapat informasi bahwa dengan biaya sekitar 7 juta untuk 2 orang sudah disediakan hotel bintang 3 serta makan selama 2 malam, biayanya tentu dibayarkan oleh kantor saya. Saya juga mendapat informasi bahwa website yang diberikan nanti adalah berbasis PHP dan MySQL. Jadi, beberapa hari sebelum pelatihan, atas instruksi pimpinan kami pun memastikan bahwa akan mengikuti Diklat tersebut. Contact Person dari lembaga yang mengadakan diklat pun menyampaikan bahwa biaya bisa dibayarkan setelah tiba di lokasi. Kami bahkan disediakan fasilitas penjemputan di bandara.
Setelah dipastikan akan berangkat hari Minggu sore tanggal 30 Nopember 2014, saya tidak banyak melakukan persiapan. Saya merasa cukup percaya diri dan tidak gugup seperti perjalanan dinas sebelumnya ke Medan karena ketika itu membayangkan perjalanan yang cukup jauh. Saya pikir Jojga dari Denpasar tidak jauh, apalagi saya merasa yakin akan bisa mengikuti Diklat dengan baik. Dan mungkin disinilah awal kesalahan atau kekeliruan saya, karena terlalu meremehkan perjalanan dinas kali ini.
Hari Jumat dan Sabtu sebelum berangkat saya begadang karena ada suatu acara keluarga, ya tidak sampai pagi sih tapi lewat jam 12 malam. Namun saya sama sekali tidak merasa ada masalah dengan kondisi fisik, bahkan hari Minggu pagi saya sempat berenang di kolam renang villa kakak ipar yang baru diresmikan. Hari Minggu menjelang siang saya baru berkemas memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper, padahal dalam perjalanan sebelum-sebelumnya saya sudah melakukan hal ini sejak 2 atau 3 hari sebelumnya. Namun kali ini saya merasa santai saja.
Hari Minggu, sekitar pukul 14.00 WITA saya dan seorang teman yang juga senior di tempat bekerja berangkat dari Bandara Ngurah Rai. Kami tiba di Bandara Adisucipto Yogyakarta sekitar pukul 16.00 WIB, karena perjalanan di udara sekitar 1 jam dan waktu di Jogjakarta 1 jam lebih lambat dari Bali. Turun dari pesawat saya merasa agak mual karena pesawat yang saya tumpangi mengalami beberapa guncangan dan saya sempat muntah di toilet di bandara, tapi setelah itu saya merasa lega. Kami pun langsung dijemput oleh seorang sopir dari hotel tempat kami akan menginap dan diajak menuju Hotel LPP Garden. Lokasi hotel hanya sekitar 15 menit dari Bandara Adisucipto.
Tiba di hotel kami langsung check in dan diantar ke kamar. Suasana hotel cukup nyaman dan sangat tenang, bahkan saya merasa hotelnya agak sepi. Kami istirahat beberapa saat di kamar dan saya langsung diajak keluar hotel untuk melihat suasana. Di pinggir jalan utama tidak jauh dari Ambarukmo Plaza saya sempat makan di sebuah angkringan, 2 nasi kucing dan 3 gorengan serta segelas teh hangat. Mungkin karena kebanyakan makan gorengan, setelah itu tenggorokan saya mulai terasa gatal dan tidak nyaman.
Selesai menikmati hidangan ala angkringan, kami berdua ingin langsung saja mencoba ke Malioboro. Menaiki Trans Jogjakarta dengan tarif 3.000 rupiah, saya langsung menuju Malioboro dan turun tepat di jalan Malioboro, hanya sekitar 30 menit dari Amplaz (singkatan untuk Ambarukmo Plaza). Tujuan utama saya ke Malioboro adalah untuk membeli beberapa kaos untuk oleh-oleh. Kami pun langsung berjalan dari ujung utara Malioboro yang dekat rel kereta api sampai ujung selatan di Mirota Batik.
Satu hal yang saya sukai selama menyusuri Malioboro adalah keramahan para pedagang disana. Walaupun jumlah pedagang dan pembeli sangat banyak dan hampir sesak, tidak satu pun pedagang yang membuat pengunjung tidak nyaman. Kita bisa bebas bertanya dan melihat bahkan memilih barang namun ketika kita tidak jadi membeli, penjual sama sekali tidak kesal atau marah, mereka tetap senyum dan santai saja. Jadi saya merasa nyaman selama berkeliling di Malioboro. Saya pun akhirnya membeli beberapa kaos seharga 30 ribuan, sangat murah untuk sepotong baju kaos, ya tentunya kualitas kainnya tentu sesuai dengan harganya.
Tanpa terasa saya berkeliling hingga pukul 10 malam, sempat juga menonton musik jalanan semacam musiknya grup Klantik sambil menikmati Wedang Ronde di Malioboro. Setelah itu kami masih di Malioboro, sempat juga makan ayam goreng di lesehan, hingga tidak terasa hampir pukul 12 malam. Kami kemudian kembali ke hotel naik taksi, kalau tidak salah hampir pukul 1 dini hari saya baru mandi. Mungkin sekitar pukul 2 dini hari saya baru benar-benar mencoba tidur, itu pun tidak bisa langsung tertidur.
Saya tidak bisa tidur nyenyak, sekitar pukul 5 saya bangun dan merasa kedinginan. Saya merasa tidak enak badan, mulai batuk, sakit tenggorokan dan sedikit pusing serta meriang. Saya mengira tidak enak badan biasa, saya minum obat pusing dan obat masuk angin kemudian mencoba istirahat lagi sambil menunggu waktu sarapan. Sekitar pukul 07.30 saya mandi, tapi kondisi badan saya semakin tidak nyaman. Sampai saya minta diantarkan oleh teman untuk membeli obat batuk.
Kembali ke hotel, kami sarapan di restoran tetapi kondisi saya semakin lemas dan pusing, saya memaksakan diri untuk sarapan walau sedikit. Setelah kembali ke kamar, saya langsung tiduran dan merasa masih kedinginan, saya meriang tapi mencoba bertahan dan berharap kondisi saya bisa membaik setelah tiduran. Saya akhirnya memutuskan untuk tidak ikut ke ruang pertemuan untuk mengikuti Diklat, saya istirahat di kamar sementara teman saya sendirian mengikuti Diklat.
Siang hari sekitar pukul 11.30 saya memaksakan diri bangkit dan menuju ruang pertemuan, saya masih merasa lemas dan agak sempoyongan. Saya minta maaf ke penyelenggara karena datang terlambat dan mereka pun memaklumi serta mempersilahkan saya istirahat dan menyesuaikan dengan kondisi saya. Siangnya saya mencoba ikut makan, hanya beberapa suap yang bisa saya telan. Saya tidak tahan dan kembali ke kamar untuk tiduran. Saya merasa kondisi saya tidak membaik sama sekali, bahkan rasanya makin pusing tidak tertahankan.
Hingga sore saya terus tiduran saja di kamar sendirian hingga teman saya datang. Sebelumnya saya sempat minta tolong ke petugas hotel untuk dibelikan obat antibiotik dan sudah saya minum. Teman saya bahkan sempat memijat saya, hingga akhirnya sekitar pukul 19.00 saya menyerah, saya minta tolong dipanggilkan dokter. Rasa pusing khususnya di kening dan di leher belakang makin menjadi. Teman saya akhirnya minta tolong sopir hotel untuk mengantarkan saya ke dokter, saya rasanya tidak bisa melek dan hampir tidak kuat berjalan. Jadi saya dipegangi terus oleh teman ketika berjalan.
Tiba di sebuah apotik ternyata dokternya tidak ada, saya kemudian diajak ke sebuah rumah sakit dan langsung masuk UGD. Dokter jaga kemudian memeriksa tensi saya, ternyata 180, padahal biasanya dalam kondisi normal tensi saya sekitar 130. Saya memang ada gejala tensi tinggi, sama seperti Ayah saya. Dokter lalu memberikan saya obat berupa pil untuk penurun tensi, dikonsumsi dengan cara diletakkan di bawah lidah.
Saya cukup khawatir kalau saya diminta untuk rawat inap. Teman saya menyampaikan bahwa kami keesokan harinya harus berangkat pulang ke Bali. Setelah menunggu obat di bawah lidah saya habis, sekitar 30 menit kemudian dokter kembali memerika tensi saya dan ternyata sudah turun menjadi 160. Dokter kemudian meresepkan beberapa obat untuk saya, termasuk satu lagi obat penurun tensi, untuk antibiotik, saya diminta melanjutkan. Setelah istirahat sambil menunggu teman saya mencari obat sekaligus menyelesaikan urusan administrasi, saya diperbolehkan pulang. Oya, untuk pembayaran saya terpaksa membayar cash padahal sebenarnya saya bisa menggunakan BPJS (Askes) tapi karena saya tidak membawa kartu jadinya tidak bisa.
Saya kembali ke hotel naik taksi dan istirahat di hotel. Teman saya memberikan saya makanan agar perut saya tidak kosong, lalu saya minum obat dan istirahat. Kondisi saya sedikit membaik walau masih pusing dan lemas, tapi malam itu saya tetap tidak bisa tidur nyenyak. Keesokan harinya saya masih sedikit pusing, tapi badan rasa masih lemas, saya memaksakan diri untuk mandi dan berkemas karena siangnya kami harus segera berangkat ke Bali. Saya tidak bisa sarapan ke restoran, jadi teman saya mengambilkan saya bubur untuk dibawa ke kamar.
Selesai makan sedikit bubur, saya minum obat lagi pagi itu. Keluhan utama saya hari itu adalah lemas dan sempoyongan, kalau berjalan saya merasa seperti orang mabuk. Saya tetap dikamar sambil menunggu check out. Hingga akhirnya saya berangkat dari hotel menuju Bandara diantar oleh sopir dari hotel. Sebelum naik pesawat, keluhan saya bertambah, maag saya kumat, saya merasa perut saya sakit. Di pesawat saya tidak makan dan minum sama sekali, saya takut muntah. Perjalanan Jogjakarta-Bali yang hanya 1 jam terasa sangat lama bagi saya saat itu.
Akhirnya saya tiba juga di Bali, saya merasa lega walau perut masih sakit. Saya kirim pesan ke istri saya ketika menjemput saya untuk membelikan obat maag. Sekitar pukul 19.00 saya tiba di rumah, saya makan bubur. Kondisi saya sebenarnya masih lemas tapi pikiran saya tenang karena sudah berada di rumah.
Keesokan harinya saya memutuskan untuk tidak bekerja karena saya merasa fisik saya tidak kuat. Siangnya saya bahkan sempat periksa ke dokter lagi, setelah di cek ternyata tensi saya malah drop menjadi 90. Dokter menyarankan saya berhenti mengkonsumsi obat penurun tensi. Mungkin karena minum 2 obat penurun tensi. Beberapa hari berikutnya, bahkan sampai sekitar seminggu, saya masih merasa sempoyongan setiap hari. Hampir setiap hari selama seminggu itu saya permisi dari kantor. Untungnya pekan berikutnya ada hari raya Galungan dimana ada libur 3 hari, dan saya mengambil cuti 2 hari sehingga seminggu penuh saya tidak bekerja dan bisa lebih banyak istirahat.
Saat ini kondisi saya sepertinya sudah hampir 100% kembali seperti biasa. Perjalanan dinas kali ini ke Jogjakarta menjadi pengalaman yang penting bagi saya. Hikmahnya bagi saya adalah jangan terlalu menganggap enteng sebuah tugas, khususnya dalam menjaga kondisi fisik sebelum dan sesudah perjalanan jauh.
Demikianlah cerita pengalaman perjalan dinas saya kali ini. Semoga saja di lain kesempatan saya bisa kembali ke Jogjakarta, entah mengapa baru pertama kali ke Jogjakarta, saya merasa sangat senang dengan kota ini.
Catatan :
Saya sempat bingung soal penulisan yang benar antara Jogjakarta dan Yogyakarta, setelah sempat browsing sebentar, saya mendapat informasi bahwa penulisan Yogyakarta biasanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat resmi dan formal, sedangkan Jogjakarta untuk hal-hal yang lebih santai. Mohon koreksi jika saya salah dalam hal ini.
Tambahan Khusus :
Melalui tulisan ini saya juga menyampaikan ucapan Terima Kasih kepada teman saya, Bapak IGM Darmaweda yang sudah menemani dan memberikan perhatian serta pertolongan kepada saya, saya tidak tahu apa yang terjadi kalau beliau tidak ada waktu itu. Juga terima kasih kepada pihak hotel LPP Garden yang telah memberikan pelayanan dan bantuan kepada saya.