Ini Medan Bung

HORAS!!

Akhirnya jadi juga saya berangkat ke Medan, padahal sebenarnya kami direncanakan berangkat sebelum liburan Idul Fitri kemarin, tapi karena sesuatu dan lain hal maka ditunda. Keunjungan saya ke kota Medan ini dalam rangka kegiatan orientasi ke kampus Akademi Pariwisata Medan, ya semacam studi banding begitu. Rombongan saya terdiri dari 4 orang dosen dan 2 orang pegawai, dan diantara semuanya hanya saya masih terhitung muda, hehe. Dari kami berenam hanya 2 orang yang pernah ke Medan, itupun sudah sekitar 15 tahun yang lalu. Jadi anggaplah kami semua belum tahu seperti apa medan di Medan.

Hari Kamis, tanggal 19 Agustus 2013 pukul 06.30 Wita pesawat Garuda Indonesia membawa kami menuju Bandara Soekarno Hatta di Jakarta dan tiba pukul 07.30 WIB. Turun dari pesawat untuk transit sekitar 1 jam, pukul 09.00 kami melanjutkan perjalanan ke Bandara Kuala Namu di Medan dan kami tiba 2 jam kemudian yaitu pukul 11.00 WIB. (Catatan, sebenarnya Bandara Kuala Namu ini terletak di Kabupaten Deli Serdang, di luar kota Medan). Dengan kondisi kesehatan yang belum sembuh seratus persen dari flu, saya merasa agak kewalahan menjalani perjalanan udara yang cukup panjang bagi saya. Maklum selama ini saya hanya pernah menempuh penerbangan sampai Jakarta saja. Khususnya ketika perjalanan dari Jakarta ke Kuala Namu terasa sangat lama bagi saya, saya juga merasa agak kedinginan padahal sudah memakai jaket. Untunglah saya bisa bertahan dan tiba dengan selamat.

Tiba di Bandara Kuala Namu, saya merasa lega, apalagi Bandara Kuala Namu baru sekitar 1 bulan mulai dibuka. Jadi merasa cukup spesial bisa berada di Bandara yang masih baru ini. Sekilas yang saya lihat, Bandara Kuala Namu terasa sangat luas, mungkin seperti di Soekarno Hatta atau di Bandara Juanda. Tapi memang benar apa kata orang atau berita di televisi, Bandara Kuala Namu ini seperti sedikit dipaksakan untuk bisa digunakan. Masih terlihat secara kasat mata berbagai hal yang belum selesai di Bandara Kuala Namu, disana sini masih banyak perbaikan. Oke, cukup sekian kesan di Kuala Namu.

Kami melanjutkan perjalanan langsung menuju Akademi Pariwisata Medan. Setelah bertanya-tanya dan mempertimbangkan berbagai hal, kami akhirnya memilih menggunakan Taxi saja karena kami dengar informasi kalau menggunakan kereta api menuju Kota Medan biasanya sering terlambat dan harus menunggu jadwal kereta lagi. Setelah naik taxi, sopir taxi juga bercerita hal yang sama bahwa kereta api dari dan ke bandara Kuala Namu sering terlambat. Konon penyebabnya adalah transportasi kereta api ini bukan baru, tapi menggunakan rel lama dan hanya disambung saja agar sampai di bandara. Dari sopir taxi ini juga kami mendengar kesan awal tentang seperti apa Kota Medan.

Pada awalnya kami bertanya apa yang menarik di Medan, maksud kami seperti objek wisata atau dimana bisa mencari oleh-oleh khas medan atau setidaknya oleh-oleh semacam pakaian. Cerita ngalor ngidul, menurut pak sopir ini, kota Medan ini tidak ada yang menarik, lalu lintas semrawut, bangunan banyak yang tua dan seterusnya. Pak sopir juga bercerita bahwa orang Medan sudah stres menghadapi suasana Kota Medan, menurut dia Kota Medan ini sudah kayak kota tua, kota mati. Entahlah, mungkin pak sopir yang begitu khas dengan logatnya ini terlalu hiperbola atau bagaimana.

Tapi setelah sehari di Medan yang saya lihat suasana Medan ini mirip dengan Surabaya. Bangunan-bangunan tinggi tidak sebanyak di Jakarta, tapi Kota Medan sangat padat dan cukup semrawut. Memang banyak bangunan tua yang konon peninggalan Belanda, tapi mungkin kurang terawat dan mungkin bisa dimaksimalkan untuk pariwisata. Dari 3 sopir taxi yang kami ajak ngobrol di hari pertama, semua bercerita hal yang sama yaitu soal lalu lintas yang semrawut, kriminalitas dan juga kota yang semrawut. Dan yang kami lihat memang nyata begitu.

Yang khas kami lihat disini mungkin banyaknya becak motor. Bentuknya bukan seperti becak di Surabaya, tapi sepeda motor dengan tambahan gandengan berisi roda di sebelah kiri sehingga bisa mengangkut 2/3 orang penumpang lagi. Yang agak menakutkan, kondisi fisik motor dan boncengannya itu seperti kurang kuat dan aman, entahlah, kami belum pernah mencobanya. Soal lalu lintas, memang pengendara baik motor maupun mobil disini sangat ganas, mungkin seperti di Jakarta, tapi kalau dibandingkan dengan di Bali jelas jauh berbeda. Salah seorang sopir taxi pun sempat berkata : “disini lampu hijau artinya jalan, lampu kuning cepat sikit, lampu merah tambah kencang. Liat itu becak motor, hanya Tuhan yang tahu dia mau belok kiri apa kanan”. Saya pun tertawa mendengarnya karena ditambah logat si abang yang begitu kental dengan Medan.

Soal kriminal, si abang sopir taxi menunjukkan kepada kami bagaimana rumah dan toko-toko di ditutup dengan terali besi berlapis-lapis. Minimal dua lapis pintu atau terali besi, sudah macam penjara saja rumah-rumah disini, kata si abang. Kami tanya kenapa bisa begitu, konon pencurian dan perampokan begitu banyak disini, makanya orang sampai begitu melindungi diri mereka.

Lanjut soal perjalanan, dari Bandara Kuala Namu sampai di Akademi Pariwisata Medan sekitar 1 atau 1,5 jam, saya lupa. Biaya taxi dengan argo kami kena 145 ribu per taxi (kami menggunakan 2 taxi). Di Akademi Pariwisata Medan kami diterima oleh pihak Akademi Pariwisata Medan dengan sangat baik. Kami dijamu dengan acara semi formal. Lalu langsung diajak berkeliling kampus dan melihat langsung aktivitas di Kampus Akademi Pariwisata Medan. Secara umum suasananya hampir sama dengan di STP Nusa Dua Bali, ya karena memang sama kampus pariwisata dan juga sama-sama bernaung di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Hanya karena Akademi Pariwisata Medan memang lebih kecil, jumlah mahasiswa pun hanya setengah dari STP Nusa Dua Bali. Pakaian mahasiswa pun sama, hanya beda dasinya saja. Rombongan kami dan pihak Akademi Pariwisata Medan juga ada yang sudah saling kenal, suasana kekeluargaan pun sangat terasa.

Acara di kampus selesai, sekitar pukul 16.00 WIB kami diantara ke hotel tempat menginap di Grand Angkasa International Hotel. Jaraknya cukup dekat yaitu sekitar 5 KM dari kampus Akademi Pariwisata Medan. Kami semua istirahat, mandi lalu ganti pakaian. Sekitar pukul 18.00 WIB disini masih terang, kami keluar naik taxi menuju ke sebuah mall yang cukup besar, kalau tidak salah namanya Cambridge City. Dengan biaya taxi 20 ribu kami sudah tiba disana. Masuk ke mall ya ternyata isinya tidak ada yang spesial, seperti mall pada umumnya saja. Padahal kami maunya mencari tempat semacam Mangga Dua di Jakarta.

Keluar dari Cambridge kami berjalan kaki saja sambil mencari makan malam ala kaki lima. Tidak susah menemukan tempat makan dan sepertinya enak semua, maklum mungkin karena saya sudah lapar. Kami makan di pinggir jalan Kh. Zainul Arifin, menu ala Nasi Padang tapi di pinggir jalan. Perut sudah terisi kami berjalan kaki lagi dan ternyata menemukan bangunan ala India. Ternyata bangunan ini adalah sebuah kuil Hindu yaitu Kuil Shri Mariamman. Kami diperbolehkan masuk, tapi kami tidak sampai ke dalam, maklum dengan pakaian biasa kami takut mengganggu aktivitas orang di dalam. Ada banyak orang yang sepertinya keturunan India yang kami lihat disana.

Tadi sorenya ketika naik taxi kami juga melihat sebuah plang cukup besar di sebuah persimpangan bertuliskan Pasar Hindu. Sopir taxi mengatakan ya itu memang di belakangnya kampung Keling yang banyak dihuni keturunan India. Jadi mungkin Hindu disini cukup jauh berbeda dengan Hindu di Bali. Oya, soal agama katanya di Medan ini bebas, kerukunan beragama sangat terjaga. Orang tidak pernah bermasalah soal agama. Islam, Kristen, Hindu dan lainnya semua tidak pernah ada gesekan. Ya syukurlah, mungkin itu hebatnya Medan. Lanjut berjalan kaki lagi, nemu mall lagi tapi ya isinya sama. Saya pun duduk di lobinya saja menunggu rekan lain keliling di dalam sebentar. Sekitar pukul 20.30 WIB kami kembali ke hotel dengan naik taxi dari depan Cambridge. Kaki sudah cukup pegal untuk hari ini. Sekitar pukul 22.00 WIB mata seperti sudah mau untuk diajak tidur, saya pun tidur.

Hari ke dua, pukul 04.00 WIB saya sudah terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Terpaksa laptop pun menemani untuk mengisi waktu. Setelah hari mulai terang, saya mandi, ganti baju serta sarapan, kami pun dijemput oleh sopir dari Akademi Pariwisata Medan. Kami kembali ke kampus untuk melanjutkan keliling kampus untuk melihat dan bertanya-tanya lebih detail tentang Akademi Pariwisata Medan. Puas keliling di kampus, sekitar pukul 12.00 WIB kami diantar untuk makan siang. Sebelumnya kami berpamitan ke perwakilan Akademi Pariwisata Medan, karena Sabtu besok kami sudah kembali ke Bali.

Setelah makan siang, sopir dari Akademi Pariwisata Medan mengajak kami berkeliling kota Medan. Sempat kami ditawarkan ke beberapa tempat seperti ke danau Toba, tapi karena jarak yang cukup jauh maka kami memilih untuk di dalam kota saja. Pertama kami diajak ke objek wisata sejarah yaitu Tjong A Fie Mansion atau rumah Tjong A Fie. Tempat ini sangat menarik karena memiliki nilai sejarah yang luar biasa. Saya tidak akan bercerita disini karena di googling saja kita bisa menemukan banyak informasi tentang siapa dan seperti apa sosok Tjong A Fie ini. Yang tidak kalah mengagumkan adalah bangunan di rumah Tjong A Fie ini masih terjaga dengan sangat baik.

Selanjutnya kami menuju Istana Maimun, sebelumnya kami sempat juga melewati daerah pajak (pasar) Ikan yang merupakan pusat penjualan kain. Tiba di Istana Maimun, tempat ini juga merupakan salah satu peninggalan sejarah yang sangat lama. Saya semakin percaya bahwa Medan ini gudangnya bangunan tua dan bersejarah. Di luar objek-objek wisata itu saja masih banyak bertebaran bangunan peninggalan Belanda dan lainnya.

Dari Istana Maimun sebenarnya kami masih mau diajak ke tempat lain seperti ke Berastagi, atau ke penangkaran buaya dan lainnya. Tapi melihat waktu yang terbatas dan juga takut terlalu lelah kami langsung menuju tempat membeli oleh-oleh saja. Saya sempat browsing dan juga bertanya-tanya, ternyata yang paling terkenal di Medan untuk oleh-oleh adalah Bolu Meranti dan Bika Ambon. Kami langsung meluncur saja untuk mencari seperti apa makanan itu. Setelah membeli beberapa kotak kami pun kembali ke Hotel. Malamnya kami cukup makan di dekat hotel saja. Cukup sudah untuk hari kedua.

Hari Sabtu, hari terakhir kami berada di Medan. Pagi hari setelah mandi, sarapan dan lainnya, kami langsung berkemas untuk check out dari hotel. Sekitar pukul 11.00 WIB kami sudah dijemput oleh sopir dari Akademi Pariwisata Medan. Kami sempat diajak kembali ke Istana Maimun karena salah seorang teman ingin membeli tambahan oleh-oleh disana. Saya sendiri kemarinnya sudah sempat membeli beberapa baju kaos di depan Istana Maimun untuk oleh-oleh. Tentang oleh-oleh kaos, jujur saja di Medan sepertinya tidak ada yang menarik. Tidak ada tempat yang semacam di Mangga Dua di Jakarta, jadi daripada tidak ada kami cukup beli yang didepan Istana Maimun itu saja.

Selesai di Istana Maimun kami langsung menuju Bandara Kuala Namu, sebelumnya kami mampir makan siang dulu. Pukul 13.00 WIB kami sudah tiba di bandara, padahal sebenarnya pesawat kami berangkat pukul 18.30 WIB, jadi kami cukup lama menunggu di bandara. Kami pamit dan mengucapkan terima kasih banyak ke bapak sopir dari Akademi Pariwisata Medan yang sudah mengantar kami

kesana kemari selama di Medan. Pukul 18.30 pesawat Garuda Indonesia yang kami tumpangi akhirnya berangkat ke Jakarta. Perjalanan lancar, namun entah kenapa kami bisa terlambat tiba di Jakarta sehingga pesawat Garuda Indonesia yang ke Bali sudah berangkat dan meninggalkan kami.

Tiba di bandara Soekarno-Hatta kami langsung disambut petugas Garuda Indonesia langsung memberitahu bahwa kami akan dipindahkan ke pesawat lain dan kami harus menukar Boarding Pass dulu. Kami pun tidak sempat duduk di ruang tunggu karena sudah harus langsung naik ke pesawat lagi, ya sedikit terburu-buru. Pesawat ke Bali pun berangkat dan kami tiba dengan selamat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar dengan selamat pukul 01.30 Wita, sudah dini hari dan suasana bandara sudah agak sepi.

Secara umum, saya bersyukur perjalanan berjalan lancar dan saya bisa mengetahui seperti apa kota Medan. Yang paling saya ingat selama di Medan adalah logat khas Batak yang begitu terasa kental. Mudah-mudahan suatu saat masih ada kesempatan untuk kembali ke Medan, ya walaupun lamanya perjalanan sedikit membebani saya, hehe. Horas!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *